Sabtu, 05 Januari 2008

Tentang Kompatiologi

Bicara tentang ilmu kita biasa menemukan penjelasan dan kesimpulan akhir yang tertulis di berbagai buku atau dipresentasikan melalui pengajaran dengan metode percaya, yakin dan hafalkan. Paradigma ilmu itu sendiri, terutama ilmu ilmiah tidak lepas dari dilema antara kepercayaan (idealisme untuk terus mencari), keyakinan (believe system / kebenaran yang dipertahankan dan dikejar / intuisi) dan skeptisisme (pengukuran subjective maupun objective) yang silih-berganti.

Tidak ada ilmu ilmiah yang bisa tumbuh hanya dengan kepercayaan dan keyakinan saja tanpa skeptisisme, sebab tanpa skeptisisme ilmu hanyalah sebuah ‘keyakinan’ (tanpa perlu pembuktian) ;agama yang diwariskan turun temurun tanpa pengujian ulang sepanjang keberadaan sebuah ilmu. Bila ini terjadi maka ilmu yang ada hanyalah ilmiah semu yang berisi urutan kegiatan; sebagai murid, kelulusan dan lalu menjadi pengajar tanpa perlu pengujian di luar dunia akademis (ruang penelitian yang dibuat, dikondisikan dan diteliti oleh pendukung materi teori keilmian), bukan pasar pengguna / masyarakat awam yang tidak ideal.

Sebaliknya, tidak ada ilmu ilmiah yang bisa tumbuh hanya dengan skeptisisme saja. Tanpa kepercayaan, setidaknya keterbukaan untuk mengujicoba, atau membuka kemungkinan pada hal baru di luar materi teori keyakinan ilmiah ;yang mungkin saja di masa yang akan datang akan menjadi kebenaran ilmiah. Bila hal ini terjadi, maka ilmu yang ada hanyalah ilmiah semu. Sebab alasan ilmu ilmiah dibuat, sekedar untuk mempertahankan konstruksi kekuasaan (menara gading) diri sendiri dan kelompok dengan menggunakan materi teori atas apa yang telah dianggap kebenaran ilmiah.

Kompatiologi sebagai ilmu di luar lembaga pendidikan resmi (menara gading) sempat menghadapi masalah-masalah semacam ini yang lahir dari para ilmiahwan semu bergelar dan berijasah mulai dari S1, S2, S3, dlsb yang dengan segala cara melegalkan teror pribadi kepada para praktisi kompatiologi dan keluarganya, selama setengah tahun terakhir mulai 20 Mei 2007 sampai awal Desember 2007 (+/- setengah tahun) demi menutup ‘kemungkinan lain’ di luar menara gading yang telah dibangun secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun.

---

Lalu apa sich Kompatiologi yang fenomenal itu?

Bicara tentang ilmu apapun maka selalu ada dua point yang perlu disimak; Keyakinan (believe sistem) dan Pengukuran (subjective maupun objective). Keyakinan seperti materi teori yang selalu melampirkan kesimpulan akhir entah itu di ilmupengetahuan ilmiah, metafisika, agama dan spiritual.

Pengukuran seperti;

* Pengukuran objective yang menghasilkan kesimpulan akhir seperti yang kita pelajari di pelajaran matematika yang lalu diterapkan di berbagai ilmu ilmiah. Proses pencarian kebenarannya (berfilsafatnya) menggunakan kegiatan Tanya-jawab.

* Pengukuran subjective yang menghasilkan data saat ini (yang terus berubah seiring berjalannya waktu) seperti alat ukur mekanis yang memiliki; ‘sampler’ (alat pengambilan sample data) berupa gradasi, kadar (0 – 100%) yang memiliki range dari minimum, berbagai skala, sampai maksimum. Dengan konteks (translater) yaitu nama masing-masing kegiatan pengukuran seperti misalnya di mobil ada; speedometer, pengukur putaran mesin, pengukur panas mesin, pengukur tekanan oli mesin, pengukur isi tangki bahan bakar, dlsb yang semuanya sama-sama meteran dari minimum, berbagai skala, sampai maksimum. Proses pencarian kebenarannya (berfilsafatnya) dengan cara mempetakan posisi titik koordinat dalam hubungan antara satu hal dengan yang lain.

Kompatiologi melalui ritual dekon-kompatiologi adalah kegiatan menginstalasi mekanisme pengukuran subjective pada manusia, sehingga manusia tsb mampu memiliki kemampuan pengukuran subjective ;seperti berbagai alat ukur mekanis yang memiliki sampler berupa alat ukur biologis (minimum, skala-skala, maksimum) dengan nama masing-masing kegiatan pengukuran yang bersifat asosiatif sehingga ada hubungan dua arah antara pemerosesan informasi instingtif (pengukuran indrawi) dan intuitif (perjalanan mengejar kebenaran yang dianut).

Pada manusia yang menggunakan kompatiologi hubungan dua arah antara proses instingtif dan intuitif menyebabkan timbulnya adaptasi antara kedua fungsi ini sehingga bisa saling menyesuaikan satu sama lain seiring perjalanan waktu dengan keadaan yang terus berubah-ubah; Seperti ketika mengendarai mobil, antara informasi yang diterima melalui alat ukur mekanis dan pilihan bebas manusianya untuk bertindak saling mempengaruhi.

Setiap hewan (termasuk manusia) memiliki mekanisme pengukuran materi-materi di sekitar tempat hidupnya yang mempengaruhi kehidupannya. Informasi itu dipetakan polanya sehingga menghasilkan suatu konsep pencapaian tujuan / kebenaran yang dianut si hewan itu sendiri. Kemudian hewan itu mengejar kebenaran sesuai konsep yang ia petakan sendiri.

4 komentar:

andri dian ujianto mengatakan...

Pertama yg membuat saya heran mengenai tulisan anda terutama mengenai pelabelan Indigo. Saya pernah membaca ( bahkan mengkoleksi ) beberapa artikel mengenai anak Indigo dan menyimpulkan bahwa keanehan ( baca-kemampuan ? )mereka tidak selalu berkonotasi negatif, tetapi dalam kasus anda koq saya merasa bahwa anak Indigo itu negatif, sehingga anda perlu membebaskan diri dari pelabelan itu.
Bisakah anda kasih saya penjelasan ( jika tidak keberatan ) mengenai kesulitan yg anda alami ( selain dengan para psikoloq 'gamer' ) dalm menjalani kehidupan ini ?, sehingga anda perlu berjuang untuk melapaskan label itu. Apa justru tidak lebih bagus ( bermanfaat )label itu ?
trimaksih
andri (andridian@gmail.com)

stay mengatakan...

masalah:indigo dpt dg foto aura(digital).
biasa budaya labeling a/ penerimaan sos,kadang dg nick2 yg lucu(psikolog).
budaya baca tdk kristalisasi a/ penghargaan sudut pandang individu saja terutama dalam marketing(pengantar perilaku
konsumen).
objective sbg pengamat luar,tahu kapan
masuk kapan tidak,namun jangan tidak berkeyakinan(os).
individu a/ pribadi unik dg pembelajaran dr masa lalu yg berbeda(os).
guru dan murid lebih baik ada komunikasi dua arah(feed back).
pengetahuan hanya masalah tahu lebih
dulu saja(budist).
tujuan indigo pelindung kristal(jan tobbler).

stay mengatakan...

saran u/ vl,sebelum mulai tesis ada baiknya,mulai dr def kata pokok permasalahan,andai permasalahan hanya satu def kata dan cara menghindarinya,tentunya itu bukan 3 teori yg berhub u/ diselesaikan scr tesis.
arti indigo ada dlm buku jan tobler tanpa harus lewat serangkaian penelitian dg gaya teori acak dr berbagai dispilin ilmu.
terlebih dr berbagai agama dg alih2 pencerahan.
krn ungu adalah nasraniyah,bukan budist atau yogi.
tesis dg gaya spiritual hanyalah ketakutan vl sbg objektive yg berakhir atheism dr segi ilmu.
hal tsb a/ gosip lumrah di s1 sos.
terlebih tulisan nabi palsu u/ diri sendiri,yg tentunya tesis vl tdk dpt di nikmati umat.
sedang dr teori indigo,vl termasuk bukan deep empath,krn deep empath dpt selesaikan masalah dg diam.
bukan seniman,karena tesisnya penuh kemarahan.
sedang dr tipe konsep,tesis vl terlalu panjang.
entah dr tipe terakhir.
dosen pembimbing vl hanya menjual vl sbg komoditi,a/ lucu di tesis sedikit marah2 dan terakhirnya pencerahan,namun saran ini bukan u/ menumbangkan khasanah teori yg telah di legalitas university,hav fun saja,talaq unduh,salam dari pemerhati strata.

stay mengatakan...

paradigm wanus ada pelatihan sehari,harga murah 2 sks,terima kasih.