Kamis, 17 Januari 2008

Kompatiologi ilmu Mengalami bukan Pemikiran dan Pengkonsepan

Kompatiologi ilmu Mengalami bukan Pemikiran dan Pengkonsepan

Ditulis oleh: Vincent Liong

Tempat, Hari & Tanggal: Jakarta, Kamis, 17 Januari 2008

Kemarin teman saya bercerita bahwa sebelum Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram menjadi seorang pemimpin, dirinya hanyalah seorang yang dianggap gila. Bisa berhari-hari dia berendam di air panas lalu beberapa hari berendam di air dingin. Pernah sampai empat puluh hari, lalu kemudian dia keluar meninggalkan prilaku anehnya begitu saja dan tiba-tiba menjadi seorang pemimpin yang disegani masyarakat.

Kegiatan berendam itu menghasilkan suatu ketrangka tekhnis dalam diri si Panembahan Senopati bahwa antara panas sekali dan dingin sekali terdapat begitu banyak skala yang dialami. Dari situ muncul pemahaman tentang range & scale, pengaris ukur dengan maksimum dan minimum yang diantara kedua ujungnya terdapat skala-skala.

Bicara tentang konsep pemikiran dan mengalami; Jika kita berpikir yang muncul adalah konsep dengan gambaran, imajinasi utuh. Jika dialami yang muncul adalah posisi pada skala-skala indrawi kurang atau lebih, kira-kira. Dalam hal skala ukur indrawi ada bermacam-macam misalnya; pengelihatan, pendengaran, sentuhan, pengecapan, dlsb. Pengelihatan, pendengaran, sentuhan adalah input dari luar ; rasa/pengecapan adalah input yang terjadi di dalam diri, itu mengapa pengecapan yang paling penting sehingga dekon-kompatiologi memilih menggunakan pengecapan.

Permainan dekonstruksi yang sifatnya indrawi (beda dengan dekonstruksi yang bermain di pemikiran dan kata-kata seperti Derrida) adalah suatu simulasi yang lebih sederhana dibanding kehidupan itu sendiri yang lebih kompleks. Maka dari itu biasanya seseorang yang ikut dekonstruksi misalnya dekon-kompatiologi; setelah bisa membaca skala-skala antara minimum dan maksimum, maka ada jangka waktu tertentu hingga dekonstruksi dan rekonstruksi yang sesungguhnya muncul di kehidupan sehari-hari yang real. Jadi fungsi dekonstruksi yang di ranah indrawi adalah; untuk mensimulasikan seluruh jenis pengalaman dalam hidup yang amat bervariasi, untuk dialami dalam waktu yang sangat singkat, sehingga ini bisa menjadi percepatan dalam proses learning yang dialami si manusia, selanjutnya sehingga proses pendewasaan, pematangan dan kemampuan adaptasi menjadi jauh lebih cepat dari sebelumnya.

Plus point dekon-kompatiologi dari jenis dekonstruksi indrawi lain yang sudah ada adalah:

* Di jaman moderen ini kita bisa menemui berbagai macam jenis minuman di supermarket terdekat sehingga tidak hanya sekedar dekonstruksi yang bersifat standart untuk semua orang misalnya sekedar merasakan manis, asin, asam dan pahit; tetapi bisa dibuat rumus susunan botol minuman tertentu untuk orang tertentu sesuai dengan memori latarbelakang orang tsb. Kalibrasi (alat penyesuaian) ini membuat dekon kompatiologi tidak hanya sampai menguasai penggaris ukur, skala-skala yang ada ;tetapi lebih jauh lagi memahami memori latarbelakang diri sendiri yang membuat pengertian tidak hanya terhadap di luar diri dan kondisi dalam diri yang dikondisikan, tetapi juga pada sejarah pengalaman diri yang membentuk diri kita sampai sekarang.

* Jaman yang moderen juga memungkinkan orang dari latarbelakang apapun pergi secara bebas ke tokobuku. Variasi buku membantu pendekon-kompatiologi (pengajar) dalam mengamati pola pemerosesan data semacam apa yang terjadi dalam diri si terdekon (murid).

* Banyaknya mall yang memiliki foodcourt memberikan kondisi tempat yang heterogen, banyak macam orang dengan kondisi berbeda-beda ada di sana, banyak macam resto yang menjual makanan berbeda memberikan kesannya masing-masing. Ini membuat dekon-kompatiologi tidak sekedar membaca data di dalam diri dari pengalaman mencicipi minuman, tetapi terlebih pada kemampuan merasakan skala-skala di dalam diri dan di luar diri secara bersamaan ; Seperti kondisi kehidupan sehari-hari yang bebas dari pengkondisian. Maka dari itu dekon di ruang yang no-noice sangat beda hasilnya dengan di ruang yang full-of-noice.

Dekon-kompatiologi membuka ranah penelitian sistem pendidikan alternatif yang bisa menggabungkan berbagai kemampuan dasar yang sifatnya indrawi sekaligus. Ranah dekon indrawi terutama yang berkaitan dengan pencicipan ini amat luas sehingga masih bisa dikembangkan ke banyak hal berbeda.

Bilamana ranah ilmu pemikiran dan konseptual sudah begitu sesak variasinya karena terlalu banyak ahli dan pelakunya; ranah mengalami(eksperiencial) ini masih sedikit ahlinya karena ahli penelitian jenis ini harus bebas, tidak boleh terpengaruh banyak teori. Dalam cara penelitiannya ranah mengalami(eksperiencial) memiliki prasyarat aturan penelitian yang cenderung mirip dengan ilmu tekhnis seperti elektro, tekhnik mesin, kimia, biologi, dlsb (pragmatis). Pengalaman itu sifatnya posisi pada skala-skala indrawi kurang atau lebih, kira-kira ; bukan konsep pemikiran yang fleksible karena bisa disugestikan dan diimajinasikan.

Dalam menjelaskan secara tertulis dan menceritakan kepada non-user mau-tidak-mau pemikiran dan konsep digunakan, tetapi dalam pelaksanaan dekon-kompatiologinya konsep dan pemikiran sebisa mungkin dihindari atau dibuat sangat amat tekhnis bahasanya, sehingga pembaca/pendengarnya tidak terbawa untuk berimajinasi / mensugesti diri sehingga kehilangan kegiatan mengalami karena berpikir dan berkonsep.

Seperti ketika si Thomas Alfa Edison menemukan lampu pijar. Dari hasil fakta bahwa hubungan antara dua kutub arus listrik menghasilkan panas, maka bilamana ditemukan bahan yang bisa membara, tetapi tidak hancur karena meleleh ;maka akan menghasilkan cahaya yang terang. Thomas Alfa Edison mencoba satu demi satu bahan hingga ditemukan bahan yang cocok. Nah, penelitian semacam ini tidak memungkinkan model penelitian ilmiah ala ilmupengetahuan sosial yang ada perbandingan teori antar buku, kalau tidak ada runtutannya maka salah, tidak ilmiah.

Dalam penelitian tekhnis pragmatis asalkan bermanfaat maka ilmiah, manfaat tidak diukur dari teori-teori tetapi dari fakta, misalnya; Apakah lampu pijar yang ditemukan Edison bisa menyala untuk waktu yang lama sehingga cukup efisien untuk digunakan. Latarbelakang teori dalam penelitian tekhnis pragmatis bisa diteliti belakangan bahkan tidak wajib, bisa menyusul setelah fakta kebergunaannya membuat suatu temuan menjadi ilmiah.

Dalam kompatiologi diusahakan agar pendekon-kompatiologi (pengajar) tidak menanamkan konsep pemikiran tertentu kepada terdekon-kompatiologi (murid) selain rumus tekhnisnya saja. Setelah dekon dilakukan maka bisa diamati dari hasil pascadekon pada tiap user apakah dekon-kompatiologi bermanfaat secara empiris (bisa diulangi ke banyak orang). Kalau pihak-pihak berlatarbelakang ilmiah ala ilmu sosial ingin menanamkan asumsi bahwa hal tsb tidak ilmiah, sangat amat mungkin karena penelitian kompatiologi menggunakan metode penelitian tekhnis empiris pragmatis, bukan teoritis dengan perbandingan antar teori.

Dalam kompatiologi seperti membahas lampunya Edison yang harus standart adalah rumus dasarnya yang tekhnis, penjelasan teorinya bisa dibuat belakangan versi penggunanya sendiri-sendiri.

Ttd,

Vincent Liong

(founder of Kompatiologi)

Jakarta, Kamis, 17 Januari 2008

Untuk informasi hubungi kami:
* Vincent Liong 021-5482193,5348567/46(Home) 021-70006775(CDMA Flexi) 021-98806892(CDMA Esia) 08881333410(CDMA Fren)
* Drs.Juswan Setyawan (S.Pd(Ek)) 08159162193(Hp)
* Cornelia Istiani,M.Psi.T. 021-92589842(CDMA) 081585228174(Hp)
* Andy Ferdiansyah 021-92589843(CDMA)
* Ondo Untung 021-92217939(CDMA)
* Arioputro Nugroho 021-68775787

Sabtu, 05 Januari 2008

Tentang Kompatiologi

Bicara tentang ilmu kita biasa menemukan penjelasan dan kesimpulan akhir yang tertulis di berbagai buku atau dipresentasikan melalui pengajaran dengan metode percaya, yakin dan hafalkan. Paradigma ilmu itu sendiri, terutama ilmu ilmiah tidak lepas dari dilema antara kepercayaan (idealisme untuk terus mencari), keyakinan (believe system / kebenaran yang dipertahankan dan dikejar / intuisi) dan skeptisisme (pengukuran subjective maupun objective) yang silih-berganti.

Tidak ada ilmu ilmiah yang bisa tumbuh hanya dengan kepercayaan dan keyakinan saja tanpa skeptisisme, sebab tanpa skeptisisme ilmu hanyalah sebuah ‘keyakinan’ (tanpa perlu pembuktian) ;agama yang diwariskan turun temurun tanpa pengujian ulang sepanjang keberadaan sebuah ilmu. Bila ini terjadi maka ilmu yang ada hanyalah ilmiah semu yang berisi urutan kegiatan; sebagai murid, kelulusan dan lalu menjadi pengajar tanpa perlu pengujian di luar dunia akademis (ruang penelitian yang dibuat, dikondisikan dan diteliti oleh pendukung materi teori keilmian), bukan pasar pengguna / masyarakat awam yang tidak ideal.

Sebaliknya, tidak ada ilmu ilmiah yang bisa tumbuh hanya dengan skeptisisme saja. Tanpa kepercayaan, setidaknya keterbukaan untuk mengujicoba, atau membuka kemungkinan pada hal baru di luar materi teori keyakinan ilmiah ;yang mungkin saja di masa yang akan datang akan menjadi kebenaran ilmiah. Bila hal ini terjadi, maka ilmu yang ada hanyalah ilmiah semu. Sebab alasan ilmu ilmiah dibuat, sekedar untuk mempertahankan konstruksi kekuasaan (menara gading) diri sendiri dan kelompok dengan menggunakan materi teori atas apa yang telah dianggap kebenaran ilmiah.

Kompatiologi sebagai ilmu di luar lembaga pendidikan resmi (menara gading) sempat menghadapi masalah-masalah semacam ini yang lahir dari para ilmiahwan semu bergelar dan berijasah mulai dari S1, S2, S3, dlsb yang dengan segala cara melegalkan teror pribadi kepada para praktisi kompatiologi dan keluarganya, selama setengah tahun terakhir mulai 20 Mei 2007 sampai awal Desember 2007 (+/- setengah tahun) demi menutup ‘kemungkinan lain’ di luar menara gading yang telah dibangun secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun.

---

Lalu apa sich Kompatiologi yang fenomenal itu?

Bicara tentang ilmu apapun maka selalu ada dua point yang perlu disimak; Keyakinan (believe sistem) dan Pengukuran (subjective maupun objective). Keyakinan seperti materi teori yang selalu melampirkan kesimpulan akhir entah itu di ilmupengetahuan ilmiah, metafisika, agama dan spiritual.

Pengukuran seperti;

* Pengukuran objective yang menghasilkan kesimpulan akhir seperti yang kita pelajari di pelajaran matematika yang lalu diterapkan di berbagai ilmu ilmiah. Proses pencarian kebenarannya (berfilsafatnya) menggunakan kegiatan Tanya-jawab.

* Pengukuran subjective yang menghasilkan data saat ini (yang terus berubah seiring berjalannya waktu) seperti alat ukur mekanis yang memiliki; ‘sampler’ (alat pengambilan sample data) berupa gradasi, kadar (0 – 100%) yang memiliki range dari minimum, berbagai skala, sampai maksimum. Dengan konteks (translater) yaitu nama masing-masing kegiatan pengukuran seperti misalnya di mobil ada; speedometer, pengukur putaran mesin, pengukur panas mesin, pengukur tekanan oli mesin, pengukur isi tangki bahan bakar, dlsb yang semuanya sama-sama meteran dari minimum, berbagai skala, sampai maksimum. Proses pencarian kebenarannya (berfilsafatnya) dengan cara mempetakan posisi titik koordinat dalam hubungan antara satu hal dengan yang lain.

Kompatiologi melalui ritual dekon-kompatiologi adalah kegiatan menginstalasi mekanisme pengukuran subjective pada manusia, sehingga manusia tsb mampu memiliki kemampuan pengukuran subjective ;seperti berbagai alat ukur mekanis yang memiliki sampler berupa alat ukur biologis (minimum, skala-skala, maksimum) dengan nama masing-masing kegiatan pengukuran yang bersifat asosiatif sehingga ada hubungan dua arah antara pemerosesan informasi instingtif (pengukuran indrawi) dan intuitif (perjalanan mengejar kebenaran yang dianut).

Pada manusia yang menggunakan kompatiologi hubungan dua arah antara proses instingtif dan intuitif menyebabkan timbulnya adaptasi antara kedua fungsi ini sehingga bisa saling menyesuaikan satu sama lain seiring perjalanan waktu dengan keadaan yang terus berubah-ubah; Seperti ketika mengendarai mobil, antara informasi yang diterima melalui alat ukur mekanis dan pilihan bebas manusianya untuk bertindak saling mempengaruhi.

Setiap hewan (termasuk manusia) memiliki mekanisme pengukuran materi-materi di sekitar tempat hidupnya yang mempengaruhi kehidupannya. Informasi itu dipetakan polanya sehingga menghasilkan suatu konsep pencapaian tujuan / kebenaran yang dianut si hewan itu sendiri. Kemudian hewan itu mengejar kebenaran sesuai konsep yang ia petakan sendiri.